(المحكمات والمتشابهات)
Oleh: Nur Rosihin Ana
A. Pendahuluan
Al-Qur’an adalah kalâm Allah yang diturunkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril. Dalam rentang waktu sejak al-Qur’an diturunkan, berbagai diskursus yang menyangkut berbagai aspek dalam al-Qur’an terus dilakukan sampai sekarang, sehingga menghasilkan khazanah disiplin ilmu-ilmu al-Qur’an (‘ulûm al-Qur’ân).
Diibaratkan lautan teduh, al-Qur’an tidak akan pernah kering ditimba, meskipun pasokan distribusi hujan dari langit sudah terhenti sama sekali. Keindahan panorama laut senantiasa menarik minat para wisatawan untuk menghirup pesonanya. Para pecinta lingkungan hidup penuh dedikasi dan keikhlasan menjaga kelestarian ekosistem laut dari pencemaran. Para ilmuwan dengan teliti melakukan riset untuk mengkaji materi kelautan. Sementara hamparan lautan membentang luas, kandungannya sangat majemuk, namun semuanya dalam kesatuan integral ekosistem laut. Kejernihan air di laut seringkali melahirkan persepsi, interpretasi yang keliru ketika dilihat secara kasat mata. Misalnya dari tanjung terlihat dasar laut yang dangkal, padahal kedalamannya lebih dari lima meter. Oleh karena itu, untuk mengetahui akumulasi materi kelautan, dibutuhkan beberapa instrumen, metodologi pendekatan yang relevan. Pola-pola pendekatan lama seperti terjun bebas tanpa bantuan perlengkapan alat pernafasan, oksigen, kacamata selam, kurang mendapatkan hasil optimal karena keterbatasan stamina tubuh menahan nafas, jarak pandang terlampau dekat sehingga obyek di dasar laut yang ditangkap oleh mata pun terbatas. Bahkan telah dikem¬bangkan teknologi kapal selam mini berpenumpang 1-2 orang yang dilengkapi perangkat digital canggih untuk memotret, mendeteksi, menganalisis kehidupan di dasar laut.
Proses yang kurang optimal karena keterbatasan instrumen dan metodologi tersebut, membuahkan output yang bias dan mengacaukan logika akal sehat. Apalagi bila output tersebut menjadi referensi para pemerhati lingkungan dan kalangan akademisi. Lebih tragis lagi adalah ketika terjadi penyimpangan esensial dalam melakukan interpretasi. Misalnya ketika berada di dasar laut tampak binatang kecil, badanya membentuk huruf S dan berkepala kuda (kuda laut). Namun karena keterbatasan cara pandang sehingga timbul interpretasi huruf S itu identik dengan $, symbol mata uang dollar Amerika karena di lokasi itu terdapat bangkai kapal Amerika yang tenggelam akibat agresi Jepang dalam peristiwa Pearl Harbour. Begitu juga misalnya penyelam melihat obyek yang menyerupai hewan raksasa tergolek di dasar lautan. Setelah penyelam kembali ke permukaan dia membuat interpretasi bahwa ada ikan paus raksasa sedang melahirkan. Padahal itu adalah kapal selam milik Rusia yang tenggelam karena baling-balingnya dihantam rudal Amerika. Oleh karena itu, analisa komprehenship (jâmi’ dan mâni’), didukung instrumen, akurasi data dan metodologi pendekatan yang relevan merupakan prasyarat yang harus dipenuhi untuk menangkap kata-kata dalam ayat al-Qur’an yang menyimpan makna tersembunyi atau bermakna ganda, sehingga tidak terjadi deviasi dalam interpretasi.
B. Pengertian Muhkamât dan Mutasyâbihât
Kata Muhkamât adalah bentuk plural dari kata muhkam yang merupakan isim maf’ul (passive participle) dari kata ahkama dan berasal dari akar kata dasar hakama yang artinya: mengatur, memim¬pin, memerintahkan, mendekritkan, menitahkan, memutuskan. Kata-kata yang berasal dari akar kata hakama disebut sebanyak 210 kali dalam al-Qur’an. Kata Mutasyâbihât ber¬asal dari kata dasar syabaha yang artinya: mirip, sama, serupa. Kata-kata yang berasal da¬ri akar kata syabaha disebut sebanyak 12 kali, disebut sebanyak tiga kali dalam surat Al-Baqarah; dua kali dalam surat Ali Imrân; surat An-Nisâ’; empat kali dalam surat Al-An’âm; surat Ar-Ra’du; dan surat Az-Zumâr. Sedangkan ayat al-Qur’an yang berbicara mengenai muhkamat dan mutasyabihat terdapat dalam surat Ali Imran (3): 7
هو الذى أنزل عليك الكتب منه ءايت محكمت هن أم الكتب وأخر متشبهت فأماالذين فى قلوبهم زيغ فيتبعون ما تشبه منه ابتغآء الفتنة وابتغآء تأويله ومايعلم تأويله إلا الله والرسخون فى العلم يقولون ءامنا به كل من عند ربنا وما يذكر إلا أولوا الألبب
Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.
Ayat di atas memberikan ilustrasi bahwa ayat-ayat yang terkandung dalam al-Qur’an terbagi menjadi dua kategori yaitu Muhkamat dan Mutasyabihat. Ayat-ayat muhkamat adalah (أم الكتاب ) ummul kitâb/induk kitab suci ini. Kata ( أم ) um terambil dari akar kata yang bermakna “dituju/menjadi arah”. Ibu dinamai um karena ibu adalah arah yang dituju oleh anak. Imam adalah arah yang dituju oleh yang mengikutinya, sehingga mereka tidak melangkah sebelum sang imam melangkah. Makmum tidak boleh ruku’ sebelum imamnya ruku’, tidak pula sujud sebelum sang imam sujud. Ayat-ayat al-Qur’an yang masuk dalam Um al-Kitab, atau dengan kata lain ayat-ayat muhkamat, adalah yang kepadanya merujuk segala ketetapan serta menjadi penjelas terhadap ayat-ayat lain yang bersifat mutasyabihat, yakni yang samar artinya, sehingga memerlukan keterangan dan penjelasan tambahan.
Kata um berbentuk tunggal, sedang ayat-ayat muhkamat banyak, dan karena itu ayat ini menunjuk ayat-ayat tersebut dalam bentuk jamak ( هن ) hunna/mereka untuk menunjukkan bahwa kedudukannya sebagai induk bukan dalam keberadaan ayat-ayat itu secara berdiri sendiri, tetapi secara keseluruhan. Al-Biqa’i menulis bahwa, “karena sesuatu yang muhkam merupakan sesuatu yang sangat jelas sahingga keterikatan satu ayat dengan yang lain atau pemahaman arti satu ayat dengan ayat yang lain sedemikian mudah, maka ayat-ayat yang muhkam yang banyak itu diperlukan sebagai satu kesatuan, dan dengan demikian ayat-ayat mutasyabih dengan mudah pula dirujuk maknanya kepada ayat-ayat muhkam itu. Ini mudah bagi yang pengetahuannya mendalam serta tulus niatnya”.
Ayat-ayat Muhkamât yaitu yang kandungannya jelas, sehingga hampir-hampir tidak lagi dibutuhkan penjelasan tambahan untuknya, atau yang tidak mengandung makna selain yang terlintas pertama kali dalam benak. Ada juga yang memahami ayat-ayat muhkamât dalam arti ayat-ayat yang mengandung perintah melaksanakan sesuatu atau larangan.
Sedangkan ayat-ayat Mutasyâbihât yaitu bila ada ayat-ayat yang serupa (makna) dengan yang lain. Kata ini (mutasyâbih) dalam penggunaannya, seringkali menunjuk kepada keserupaan dua hal atau lebih yang menimbulkan kesamaran dalam membedakan ciri masing-masing. Jadi yang dimaksud dalam hal ini adalah ayat-ayat yang mengandung kesamaran dalam maknanya. Sementara ulama berpendapat bahwa kesamaran itu muncul karena:
1. Salah satu kata yang digunakan tidak popular di kalangan pendengarnya. Seperti jika Anda berbicara kepada seseorang di pedesaan yang tidak mengerti satu suku kata yang bisa jadi popular di kota tempat Anda. Kata (ابا ) abban dalam QS. ‘abasa (80): 31, tidak diketahui artinya oleh Umar Ibn Khatthab ra., sehingga ayat itu –pada mulanya- buat beliau adalah mutasyâbih. Termasuk dalam bagian ini –menurut banyak ulama- huruf-huruf yang terdapat pada awal surah-surah tertentu, seperti Alif Lâm Mîm.
2. Kata yang digunakan mempunyai arti yang bermacam-macam, seperti kata (قروء) qurû’ yang dapat berarti “suci” dan dapat juga berarti “haid”. Nah, yang manakah yang dimaksud oleh ayat al-Baqarah (2): 228, yang memerintahkan wanita yang dicerai agar menanti tiga qurû’? Ulama berbeda pendapat akibat kesamaran tersebut.
3. Makna yang dikandungnnya tidak jelas, seperti ayat-ayat yang berbicara tentang persoalan metafisika, nama atau sifat-sifat Allah, dan lain-lain. Apa makna “tangan Allah” atau “wajah-Nya” dan lain-lain? sekali lagi, di sini pun terdapat perbedaan.
Ada ulama yang membagi mutasyâbih dalam tiga kelompok ayat:
1. Ayat-ayat yang kandungannya mustahil diketahui manusia, seperti ayat-ayat yang berbicara tentang sifat-sifat Allah, waktu kedatangan hari kiamat, dan semacamnya.
2. Ayat-ayat yang dapat diketahui melalui penelitian seksama, seperti ayat-ayat yang kandungannya bersifat umum, atau yang kesamarannya lahir dari singkatnya redaksi dan atau susunan kata-katanya.
3. Ayat-ayat yang hanya diketahui oleh para ulama yang sangat mantap pengetahuannya dengan melakukan penyucian jiwa. Ayat-ayat semacam ini tidak dapat terungkap maknanya hanya dengan menggunakan nalar semata-mata.
Allah SWT tidak menentukan yang mana ayat mutasyâbih dan mana pula yang muhkam. Bahkan dalam kenyataannya, ada ayat yang oleh sementara ulama dinilai muta¬syâbih, sedang ulama yang lain menilainya muhkam, demikian juga sebaliknya. Karena itu, agaknya tidak keliru bila dikatakan bahwa ayat-ayat mutasyâbih antara lain bertujuan untuk mengantar setiap muslim berhati-hati ketika menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.
Di sisi lain, adanya tiga kelompok ayat-ayat yang mutasyabih seperti dikemuka¬kan ini, bertujuan -sekurang-kurangnya bagi kelompok yang pertama- untuk menyadar¬kan manusia tentang keterbatasan ilmu mereka, di samping menjadi semacam ujian ten¬tang kepercayaan manusia terhadap informasi Allah SWT. Sementara itu, untuk ayat-ayat kelompok kedua dan ketiga, ia dapat merupakan dorongan untuk lebih giat melakukan pem¬bahasan dan penelitian, sekaligus untuk menunjukkan peringkat pengetahuan dan kedudukan ilmiah seseorang.
C. Ayat-ayat Muhkamât (definitif)
Firman Allah dalam surat ‘Ali Imran ayat 7 merupakan signal bahwa dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang muhkamat dan mutasyabihat. Namun Allah tidak merinci ayat-ayat yang masuk dalam kategori muhkamat dan mutasyabihat, sehingga muncul beberapa perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Menurut Abu ‘Utsman: al-muhkam yaitu fâtihatu al-kitâb (surat al-fatihah) karena fâtihatu al-kitâb merupakan bagian dari shalat. Menurut Muhammad ibn Fadhl, al-muh¬kam yaitu surat al-Ikhlash karena surat ini hanya menyinggung masalah tauhid. Ada pen¬dapat yang mengatakan, seluruh ayat al-Qur’an itu muhkam sebagaimana firman Allah surat Hûd ayat 1: الر كتاب أحكمت اياته, Alif Laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci. Maksudnya diperinci atas beberapa macam, ada yang mengenai ketauhidan, hukum, kisah, akhlak, ilmu pengetahuan, janji dan peringatan dan lain-lain.
Ada pula yang mengatakan sebaliknya, al-Qur’an itu seluruhnya mutasyabih sebagaimana firman Allah surat al-Zumar ayat 23: كتابا متشابها . Sedangkan menurut Ibn Abbas, ayat-ayat yang muhkamat yaitu firman Allah surat al-An’âm ayat 151: قل تعالوا أتل ما حرم ربكم عليكم dan tiga ayat berikutnya, dan firman Allah yang berkaitan dengan Bani Israil surat al-Isrâ ayat 23: وقضى ربك ألا تعبدوا الا اياه وبالوالدين احسانا.
D. Ayat-ayat Mutasyâbihât (spekulatif)
Kata-kata dalam al-Qur’an yang mutasyabih misalnya:
1. Kata abba (أبّا ) dalam surat ‘Abasa (80): 31 Allah berfirman:
وفكهة وأبا
dan buah-buahan serta rumput-rumputan,
Kata abba dalam ayat sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Anas bahwa pada waktu Umar Ibn Khatthab ra membaca surat ‘Abasa, Umar mengetahui seluruh arti kata-kata dalam surat ini kecuali kata abba. Suatu kata seringkali terdengar asing (gharîb) di telinga seseorang atau komunitas masyarakat karena tidak dikenal dan tidak dipakai dalam komunitas tersebut. Misalnya kata oyong (nama sayuran) bukanlah kata yang asing bagi sebagian besar ibu-ibu rumah tangga di Jakarta. Namun kata tersebut sangat asing di telinga masyarakat Jawa Tengah karena di daerah-daerah Jawa Tengah nama sayuran oyong dikenal dengan nama-nama: gambas, cmt, mm, trms.
2. kata قروء dalam surat al-Baqarah (2): 228:
والمطلقت يتربصن بأنفسهن ثلثة قروء...
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru…
Lafazh قروء adalah bentuk jama’ dari قرء , menurut Imam Syafi’i kata ini berarti الطهر (suci), sedangkan menurut Imam Hanafi berarti الحيض (menstruasi). Karena adanya kon¬tro¬versi, dimana kata ini mempunyai makna konotatif dan kontradiktif sehingga menim¬bulkan implikasi hukum yang berbeda. Artinya, menurut Imam Syafi’i, perempuan (sudah digauli) yang dicerai suaminya hendaknya menunggu sampai tiga kali masa suci. Sedangkan menurut Imam Hanafi, perempuan tersebut menunggu sampai tiga kali menstruasi.
4. Kata يد Dalam surat al-Mâidah (5): 64
وقالت اليهود يد الله مغلولة...
Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu",…
Kataيد dalam ungkapan bahasa Arab berarti: 1). Anggota badan, tangan (الجارحة), firman Allah surat Shâd ayat 44: وخذ بيدك ضغثا , Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput); 2) Kenikmatan (النعمة), orang Arab bilang: كم يد لى عند فلان، أي كم من نعمة لى قد أسديتها له ; 3). Kekuatan (القوة), surat Shâd ayat 17: واذكر عبدنا داود ذاالأيد، أي ذاالقوة , dan ingatlah hamba Kami Daud yang mempunyai kekuatan; 4. Kekuasaan (الملك والقدرة) firman Allah surat Ali Imrân ayat 73: قل ان الفضل بيد الله يؤتيه من يشآء ; 5) Anugerah, pemberian (صلة) surat Yâsin 71: ...مما عملت ايدينا...، أي مما عملنا نحن ; 6). Penguatan, advokasi, bantuan (التأييد والنصرة), Nabi Muhammad SAW bersabda: يد الله مع القاضى حتى يقضي والقاسم حتى يقسم .
Dalam surat al-Fath (48): 10
إن الذين يبايعونك إنما يبايعون الله يد الله فوق أيديهم...
Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka,…
4. Kata وجه , Firman Allah surat al-Baqarah (2): 115
ولله المشرق والمغرب فأينما تولوا فثم وجه الله...
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah…
Al-Thabari menyebutkan bahwa ayat ini turun berkenaan tentang suatu kaum suatu ketika tidak dapat melihat arah kiblat yang tepat, sehingga mereka shalat ke arah yang berbeda-beda. Menurut Ibn Abbas, ayat ini di-naskh (mansukhah) dengan surat al-Baqarah: 144, وحيث ما كنتم فولوا وجوهكم شطره . Diriwayatkan dari Mujahid dan Dhahak, bahwasannya ayat ini muhkam, artinya, di mana saja kamu berada, baik di timur maupun barat, di situlah wajah Allah dan kita diperintahkan untuk menghadap ke arah ka’bah. Sebab antara timur dan barat terdapat kiblat, sebagaimana sebuah hadits riwayat Abi Hurairah: عن ابى هريرة قال، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم، مابين المشرق والمغرب قبلة لأهل المدينة واهل الشام واهل العراق.
Firman Allah surat al-Baqarah (2): 272
ليس عليك هدهم ولكن الله يهدى من يشآء وما تنفقوا من خير فلأنفسكم وما تنفقون إلا ابتغآء وجه الله...
Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah…
Firman Allah surat Ali ‘Imran (3): 72
وقالت طآئـــفة من أهل الكتب ءامنوا بالذى أنزل على الذين أمنوا وجه النهار واكفروا ءاخره لعلهم يرجعون
Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): "Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mu'min) kembali (kepada kekafiran).
Ayat ini diturunkan berkaitan dengan Ka’b ibn Asyraf, Malik ibn al-Shaf dan lainnya, mereka berkata untuk merendahkan kaumnya: "Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada wajah siang ( وجه النهار ), maksudnya permulaan siang (أوله ). Dengan demikian interpretasi dari wajah siang ( وجه النهار ) dalam ayat ini berarti permulaan siang (أول النهار ).
Firman Allah Surat Yusuf (12): 9
اقتلوا يوسف أواطرحوه أرضا يخل لكم وجه أبيكم وتكونوا من بعده قوما صلحين
Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja, dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik."
Firman Allah surat Yusuf (12): 93
اذهبوا بقميصى هذا فألقوه على وجه أبى يأت بصيرا وأتونى بأهلكم أجمعين
Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah dia ke wajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku".
Firman Allah surat ar-Ra’d (13): 22
والذين صبروا ابتــغآء وجه ربهم...
Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya,
Firman Allah surat ar-Rûm (30): 38
فــئات ذاالقربى حـقه والمسكين وابن السبيل ذلك خـــــير للذين يريدون وجه الله وأولئك هم المفلحون
Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung.
Firman Allah surat ar-Rûm (30): 39
ومآ ءاتيــتم من ربا ليربوا فى امول الناس فلا يربوا عند الله ومآ ءاتيـــتم من زكــوة تريدون وجه الله فأولئك هم المضعفون
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
Firman Allah surat ar-Rahman (55): 27
ويبــقى وجه ربك ذوالجـــــلل والإكــرام
Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.
Kata wajah (وجه ) dalam ayat di atas sebagai ungkapan atas Wujud dan Dzat Allah SWT (فالوجه عبارة عن وجوده وذاته سبحانه) Abu al-Ma’ali berkata, yang dimaksud wajah (وجه ) menurut elit ulama adalah Wujud Allah SWT Sang Maha Pencipta. Segala apa yang ada di dunia akan sirna (fân) kecuali Wujud dan Dzat Allah SWT.
Firman Allah surat al-Lail (92): 20
إلا ابتــغآء وجه ربه الأعلى
tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Maha Tinggi.
Dalam tafsir Ibn Katsir dijelaskan, ayat di aatas (إبتغآء وجه ربه الأعلى) yaitu sikap ambisius untuk dapat “menyaksikan” Allah dalam taman-taman surga kehidupan di akhirat (اى طمعا فى أن يحصل له رؤيته فى الدار الأخرة فى روضات الجنان ).
E. Konklusi
1. Muhkamât yaitu yang kandungannya jelas, sehingga hampir-hampir tidak lagi dibutuhkan penjelasan tambahan untuknya, atau yang tidak mengandung makna selain yang terlintas pertama kali dalam benak. Ada juga yang memahami ayat-ayat muhkamât dalam arti ayat-ayat yang mengandung perintah melaksanakan sesuatu atau larangan.
2. Mutasyâbihât yaitu yang serupa (makna) dengan yang lain. Kata ini (mutasyâbih) dalam penggunaannya, seringkali menunjuk kepada keserupaan dua hal atau lebih yang menimbulkan kesamaran dalam membedakan ciri masing-masing.
3. Dalam al-Qur’an Allah menyinggung tentang muhkam dan mutasyabih, namun tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai kategorisasi ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat.
4. Sebagian ulama berpendapat bahwa seluruh ayat al-Qur’an adalah muhkamat, sebagian berpendapat bahwa seluruhnya adalah mutasyabihat.©
Daftar Pustaka
Ali, Attabik, dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, (Yogyakarta, Yayasan Ali maksum Pondok Pesantren Krapyak: 1998), cet. III.
Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Mujamma’ al-Malik Fahd li Thiba’at al-Mush-haf asy-Syarif Medinah Munawwarah: 1422 H),
CD Program Al-Qur’an al-Karim, (Perusahaan Perangkat Lunak Sakhr: 1997), Keluaran V, version 6.5.
Hijazi, Muhammad Mahmud, Al-Tafsir al-Wâdhih, (Beirut: Dar al-Jail, 1413 H/1993 M) cet. X
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Ciputat: Lentera Hati, 2000), vol. 2, cet. I.
Menyapa senja
Jakarta, 16 Pebr. 1994
28 Januari 2009
MUHKAMÂT DAN MUTASYÂBIHÂT
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar